Adaptasi Iklim di Ujung Pesisir Indonesia

Potret Desa Desa Timbulsloko, Kabupaten Demak
(Sumber: Detik.com)

Naiknya permukaan laut bukan lagi ancaman yang jauh dari kenyataan. Di sejumlah wilayah pesisir Indonesia, dampaknya sudah terasa hari demi hari. Rob bukan lagi peristiwa musiman, melainkan kejadian harian. Tapi di tengah tantangan yang terus datang, lahir sebuah bentuk perlawanan yang tidak bising: kampung terapung.


Di Desa Timbulsloko, Kabupaten Demak, warga tidak lagi membangun tanggul. Mereka justru membangun rumah yang bisa ikut naik bersama air. Di atas drum plastik biru dan rangka baja ringan, berdirilah rumah-rumah yang tetap kokoh meski daratan perlahan tenggelam. Jembatan kayu menjadi penghubung antar rumah, dan perahu kecil menggantikan motor sebagai sarana mobilitas. Warga menyebut ini sebagai bentuk ikhtiar bertahan, bukan hanya tinggal diam menunggu tanah hilang.


Tidak hanya Demak. Di Teluk Bone, Sulawesi Selatan, masyarakat Bajo sudah lebih dulu hidup berdampingan dengan laut. Tradisi rumah panggung mereka kini bertransformasi menjadi rumah terapung. Bukan karena ingin, tapi karena tiang-tiang yang dulunya menopang rumah mereka di perairan dangkal mulai tak lagi cukup kuat menahan perubahan iklim. Air makin tinggi, gelombang makin kuat, dan musim makin tak menentu.


Kampung terapung lahir bukan dari proyek mewah, tapi dari kepepetnya kebutuhan. Sebuah rumah terapung di Demak dibangun dengan biaya sekitar 25–35 juta rupiah, menggunakan bahan lokal yang mudah ditemukan dan diperbaiki. Tidak mewah, tapi cukup untuk hidup dan bermartabat. Beberapa rumah sudah dilengkapi panel surya kecil untuk penerangan, tangki penampungan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari, dan sistem biofilter limbah agar tidak mencemari air sekitar.


Anak-anak belajar di perpustakaan apung. Para ibu mengelola hasil laut di rakit olahan bersama. Para bapak memancing dan menyimpan hasil tangkapan di bawah rumahnya, dengan jaring gantung sederhana. Aktivitas harian tetap berjalan, hanya medianya yang berganti: dari tanah menjadi air. Bahkan kegiatan keagamaan pun berlangsung di musala terapung, tempat warga berkumpul bukan hanya untuk beribadah tapi juga untuk berdiskusi dan bergotong royong.


Di tengah semua perubahan itu, nilai-nilai budaya tetap hidup. Rumah-rumah di Teluk Bone masih mempertahankan bentuk atap lengkung khas Bajo. Sementara di Demak, proses pembangunan rumah dilakukan secara sambatan — kerja bakti antarwarga yang mempererat rasa solidaritas. Inovasi ini bukan hanya tentang arsitektur, tapi juga tentang mempertahankan identitas.


Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lebih dari 190 desa pesisir di Indonesia kini berada dalam status rentan tenggelam akibat kenaikan permukaan laut. Desa-desa ini bukan hanya kehilangan tanah, tapi juga sejarah, jejak budaya, dan sumber penghidupan. Tapi alih-alih menunggu bantuan yang belum tentu datang, sebagian warga memilih menciptakan jalan keluar sendiri.


Dalam konferensi iklim nasional tahun 2024, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyatakan, “Kampung terapung adalah contoh nyata bagaimana masyarakat lokal bisa beradaptasi secara mandiri terhadap ancaman perubahan iklim.” Kalimat ini bukan sekadar kutipan, tapi refleksi dari kenyataan di lapangan.


Memang, belum semua kampung bisa langsung menerapkan model ini. Masih banyak kendala dari segi regulasi, pembiayaan, hingga teknis pembangunan. Namun kampung terapung menunjukkan satu hal penting: adaptasi tidak harus menunggu sempurna, yang penting ia berjalan. Dalam situasi darurat iklim, fleksibilitas menjadi kunci, dan air bukan lagi musuh, melainkan medan baru untuk hidup.


Kampung-kampung terapung itu kini menjadi bukti hidup bahwa manusia bisa menyesuaikan diri, bahkan ketika tanah pun tak lagi bisa dipijak. Dalam senyap, mereka membangun harapan satu drum, satu papan, satu rumah, satu komunitas, yang tidak menolak kenyataan, tapi justru berenang di atasnya.

Postingan populer dari blog ini

Surabaya Darurat Polusi: Industri dan Kendaraan Jadi Pemicu

Perubahan Iklim: Darurat Global yang Tak Bisa Lagi Diabaikan

Kit Darurat Iklim: 10 Barang Wajib Hadapi Alam yang Tak Terduga