Harapan yang Tumbuh dari Lahan Terbakar: Menyusuri Hutan Gambut Kalimantan
![]() |
| Gambar: Kebakaran Hutan (Sumber: BBC) |
Di tengah kabut asap dan tanah basah yang menyimpan bara, sebuah perjalanan menyusuri hutan gambut Kalimantan tak hanya mengungkap keindahan alam, tetapi juga harapan dari upaya menyelamatkan paru-paru bumi yang nyaris sekarat.
Kabut tipis menggantung di atas hutan gambut Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Sepanjang perjalanan dengan perahu menyusuri kanal, aroma tanah basah menyergap tajam, mengingatkan pada luka lama yang belum sepenuhnya pulih kebakaran besar yang melanda kawasan ini hampir setiap musim kemarau.
Kalimantan menyimpan lebih dari sekadar lanskap hijau. Ia menyimpan 1,2 juta hektar lahan gambut kritis, menurut data resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023. Gambut yang dulu menjadi penyangga ekosistem kini berubah menjadi titik rawan api. Namun di tengah potensi bencana ini, tumbuh harapan dari semangat pemulihan yang nyata.
Bersama tim relawan dan warga lokal, kami menyusuri kawasan yang dulunya habis dilalap api. Langkah kami terhenti di bendungan kecil dari tanah dan batang kayu. Bendungan itu bukan buatan korporasi besar, melainkan hasil gotong royong warga untuk memulihkan kembali kelembapan tanah gambut. Kampanye rewetting atau pembasahan kembali menjadi harapan utama agar api tak kembali menyala.
Vegetasi mulai tumbuh di area bekas terbakar. Bibit jelutung dan ramin ditanam ulang, sebagian sudah setinggi lutut. Di kejauhan, burung enggang bersuara keras tanda alam yang sedang menyembuhkan dirinya. Suasana hening pecah oleh suara motor pemantau kelembaban yang digunakan warga untuk mencatat kadar air tanah secara rutin.
Upaya ini tak berdiri sendiri. Pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah menargetkan pemulihan gambut seluas 1,2 juta hektar di tujuh provinsi prioritas.
“Restorasi gambut bukan hanya tentang mencegah kebakaran, tapi juga menjaga kehidupan dan keseimbangan ekosistem,” ujar Hartono, Kepala BRGM, dalam keterangan resminya tahun lalu.
Tiga hari berada di lapangan memberi lebih dari sekadar catatan visual. Ini adalah dokumentasi atas perubahan. Kamera drone menangkap kontras yang mencolok: bentang lahan hitam menghitam di satu sisi dan vegetasi muda yang mulai menutup luka di sisi lain. Papan-papan edukasi tentang pentingnya menjaga kelembaban gambut berdiri di beberapa titik jalur.
Petualangan ini adalah pengingat bahwa konservasi bukan pekerjaan instan. Ia butuh waktu, tenaga, dan keyakinan bahwa apa yang rusak masih bisa diperbaiki. Di Kalimantan, tanah yang pernah menjadi bara kini mulai hijau kembali. Harapan itu tumbuh sedikit demi sedikit, dari tangan-tangan yang tak menyerah.
