Barisan Sunyi Penjaga Hutan: Ketika Relawan Jadi Tembok Pertama Lawan Karhutla

Gambar: Penjaga Hutan Kalimantan
(Sumber: BBC)


Saat musim kemarau tiba dan langit mulai dipenuhi asap, relawan-relawan penjaga hutan diam-diam bekerja keras di medan yang sulit. Mereka bukan petugas resmi, tapi mereka ada di sana jadi tembok pertama ketika api mulai menjalar.


Musim kemarau 2025 belum genap separuh jalan, tapi dampaknya sudah terasa berat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sampai awal Mei ini, sudah lebih dari 12.394 hektare hutan dan lahan terbakar. Titik panas terbanyak muncul di Kalimantan Tengah, Riau, dan Sumatera Selatan.


Di tengah keterbatasan alat dan personel pemerintah, masyarakat tak tinggal diam. Komunitas-komunitas relawan lingkungan bergerak lebih dulu, bahkan sebelum tim resmi datang. Mereka menyusuri jalur hutan, memantau potensi titik api, membuat sekat bakar, hingga mengingatkan warga agar tak membuka lahan dengan membakar.


Data dari BPBD Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa sekitar 35 persen penanganan awal kebakaran selama tahun ini dilakukan oleh relawan dan masyarakat sekitar. Bukan hanya Kalimantan, di Sumatera Selatan pun peran serupa terlihat: separuh dari laporan titik api pertama datang dari relawan lokal.


Organisasi lingkungan seperti WALHI juga mengamini pentingnya peran relawan. Mereka mencatat bahwa para penjaga hutan dari masyarakat sipil ini sering kali menjadi pihak pertama yang menyadari kebakaran dan mengambil tindakan cepat untuk mencegah api meluas.


Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangannya pada 8 Mei 2025 menyampaikan, “Relawan dan masyarakat lokal adalah mata dan tangan pertama dalam pengendalian karhutla. Tanpa mereka, kerusakan bisa lebih luas.”


Meski begitu, perjuangan para relawan ini tak mudah. Banyak di antara mereka yang bekerja dengan alat seadanya. Masker yang dipakai tak selalu layak, sepatu tak cukup melindungi, dan tak jarang mereka harus mengandalkan kantong pribadi untuk logistik. Sementara itu, pelatihan keselamatan pun belum sepenuhnya merata.


Ketika kebakaran hutan menjadi ancaman tahunan yang terus berulang, para relawan menjadi garda terdepan yang sering luput dari sorotan. Mereka mungkin tak berseragam dan tak selalu tercatat dalam sistem, tapi merekalah yang pertama kali datang saat api mulai menjalar. Di tengah keterbatasan dan risiko, mereka tetap berdiri menjaga hutan agar tetap hidup, agar langit tak selamanya penuh asap.

Postingan populer dari blog ini

Surabaya Darurat Polusi: Industri dan Kendaraan Jadi Pemicu

Perubahan Iklim: Darurat Global yang Tak Bisa Lagi Diabaikan

Kit Darurat Iklim: 10 Barang Wajib Hadapi Alam yang Tak Terduga