Surga Kecil yang Terancam: Pulau Pari dan Darurat Iklim
![]() |
| Gambar: Pulau Pari (Sumber: Kompas.com) |
Pulau Pari, surga kecil di Kepulauan Seribu, kini berada di ambang krisis akibat perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut dan abrasi pantai perlahan menghapus jejak daratan, mengancam kehidupan warga dan ekosistem lokal.
Pulau Pari yang selama ini menjadi destinasi unggulan wisata bahari Jakarta, kini menjadi salah satu saksi nyata dari dampak perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut yang terus berlangsung menyebabkan abrasi pantai meluas, merusak ekosistem pesisir, dan mempersempit ruang hidup warga. Berdasarkan data Walhi dan HEKS, luas pulau ini telah menyusut sekitar 11 persen, dari 42 hektare menjadi hanya 41,4 hektare dalam beberapa tahun terakhir.
Banjir rob yang dulunya hanya terjadi pada musim tertentu kini menjadi rutin, bahkan bulanan. Warga harus beradaptasi dengan lantai rumah yang ditinggikan, alat elektronik yang cepat rusak, hingga air tanah yang mulai terkontaminasi air laut. Dampaknya tidak hanya pada fisik, tapi juga secara ekonomi dan sosial. Wisatawan mulai berkurang, kegiatan ekonomi nelayan terganggu, dan biaya hidup melonjak akibat sulitnya air bersih.
Asmania, seorang warga sekaligus Ketua Kelompok Perempuan Pulau Pari, menggambarkan kondisi yang semakin memprihatinkan. "Air rob masuk ke rumah hampir setiap bulan. Barang-barang rusak, sumur air bersih jadi asin. Ini sangat mengganggu kehidupan kami sehari-hari," ujarnya, seperti dikutip dari Alinea.id.
Upaya adaptasi dilakukan warga dengan menanam ribuan pohon mangrove secara swadaya, memperkuat tanggul alami, dan mengkampanyekan keadilan iklim. Namun, tantangan lain datang dari proyek reklamasi ilegal yang justru memperparah kerusakan. Aktivitas pengerukan pasir untuk pembangunan resort tanpa izin telah menghancurkan lahan mangrove yang mereka rawat bertahun-tahun.
Pulau Pari adalah gambaran nyata bagaimana krisis iklim tidak lagi menjadi wacana abstrak, melainkan bencana yang mengetuk pintu rumah warga pesisir setiap hari. Dibutuhkan langkah konkret dari pemerintah, tidak hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga perlindungan dan pemulihan wilayah-wilayah yang rentan seperti Pulau Pari. Jika tidak, surga kecil ini akan perlahan hilang—bukan karena waktu, melainkan karena kelalaian.
