El Niño 2024: Pemicu Kekeringan yang Memaksa Warga Sumatra Timur Bermigrasi

Gambar: Kekeringan Di Sumatra Timur.
(Sumber: Okezone News)


Pada tahun 2024, wilayah Sumatra Timur mengalami kekeringan berkepanjangan yang menyebabkan krisis air bersih dan gagal panen, memaksa banyak penduduknya untuk bermigrasi ke daerah lain demi mencari kehidupan yang lebih layak. Kekeringan ini telah mengganggu banyak sektor kehidupan masyarakat yang sebagian besar bergantung pada pertanian.


Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena El Niño menjadi pemicu utama kekeringan tahun ini. Curah hujan menurun drastis, memperpanjang musim kemarau dan menyebabkan berkurangnya pasokan air untuk pertanian maupun kebutuhan domestik. Hal ini memperburuk kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada pertanian. Para petani merasakan dampak langsung, terutama mereka yang mengandalkan tanaman yang membutuhkan banyak air, seperti padi dan sayuran.


Lahan-lahan pertanian di berbagai kabupaten mengering, sementara infrastruktur irigasi yang terbatas membuat petani tidak memiliki alternatif lain untuk mengairi sawah dan ladang mereka. Akibatnya, banyak petani mengalami gagal panen secara meluas, yang memicu penurunan pendapatan dan meningkatkan tekanan ekonomi pada rumah tangga petani. Situasi ini juga berpotensi menambah angka kemiskinan di wilayah tersebut.


Selain sektor pertanian, kekeringan juga menyebabkan krisis air bersih. Debit air sumur dan sungai menurun drastis. Warga terpaksa mencari sumber air alternatif yang kerap kali tidak higienis, memicu potensi wabah penyakit berbasis air. Beberapa daerah melaporkan adanya peningkatan kasus penyakit yang ditularkan melalui air, seperti diare dan penyakit kulit.


Situasi ini mendorong sebagian masyarakat untuk bermigrasi ke wilayah yang dinilai lebih aman dan memiliki peluang kerja non-pertanian. Pemerintah mencatat adanya peningkatan arus migrasi ke kota-kota besar seperti Medan dan Pekanbaru sejak pertengahan tahun.


Menanggapi kondisi ini, pemerintah daerah bersama instansi terkait telah melakukan sejumlah langkah penanggulangan, mulai dari penyediaan pompa air, pembangunan sumur bor, perbaikan sistem irigasi, hingga pelatihan teknik pertanian tahan kekeringan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu meringankan dampak yang ditimbulkan kekeringan terhadap masyarakat setempat.


Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa langkah antisipatif telah dipersiapkan sejak Oktober 2023. Beberapa di antaranya meliputi peningkatan infrastruktur pompa untuk pengairan lahan sawah tadah hujan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, optimalisasi penggunaan lahan rawa, serta peningkatan kapasitas dan manajemen waduk bendungan. (antaranews.com)


Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menyoroti kontribusi deforestasi dan alih fungsi lahan terhadap penurunan daya serap tanah, yang memperburuk kondisi kekeringan. Sementara itu, perubahan iklim global turut berperan memperburuk fenomena kekeringan ini.


Fenomena ini menjadi pengingat pentingnya mitigasi perubahan iklim dan penguatan ketahanan wilayah terhadap bencana alam. Kolaborasi lintas sektor diperlukan agar dampak serupa dapat diminimalkan di masa mendatang, untuk melindungi masa depan masyarakat dan lingkungan.

Postingan populer dari blog ini

Surabaya Darurat Polusi: Industri dan Kendaraan Jadi Pemicu

Perubahan Iklim: Darurat Global yang Tak Bisa Lagi Diabaikan

Kit Darurat Iklim: 10 Barang Wajib Hadapi Alam yang Tak Terduga